Minggu, 15 Maret 2009

KESALAHAN 4 dan 5 DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN PNS

4. Seorang PNS dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran peringatan keras karena tidak masuk kerja selam 133 hari secara tidak terus menerus. Dalam keputusan hukuman disiplin tersebut tidak mencatumkan pasal dan ayat yang dilanggar.
Kesalahan :
Teguran peringatan keras tidak termasuk jenis hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam PP nomor 30 tahun 1980. Dengan demikian kesalahan dalam menjatuhkan hukuman disiplin tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, karena tingkat dan jenis hukuman disiplin PNS secara tegas sudah diatur dalam PP 30 tahun 1980. Disamping itu, dalam keputusan hukuman disiplin yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang harus mencantumkan pasal (yaitu pasal 2 atau 3), ayat serta huruf yang dilanggar dalam PP Nomor 30 tahun 1980, sehingga PNS tersebut mengetahui ketentuan yang dilanggarnya.
5. Seorang CPNS sering meninggalkan tugas secara tidak syah. Akibat perbuatannya tersebut, yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang berupa pemberhentian gaji berdasarkan PP 32 tahun 1979.
Kesalahan :
a. Pemberhentian gaji bukan merupakan salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam PP Nomor 30 tahun 1980. Jenis hukuman disiplin yang berkaitan dengan gaji adalah penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala minimal tiga bulan dan maksimal satu tahun.
b. Dalam membuat keputusan hukuman disiplin bagi PNS yang meninggalkan tugas secara tidak syah dan tidak secara terus menerus, tidak boleh mencantumkan ketentuan yang diatur dalam PP 32 tahun 1979 tentang pemberhentian PNS. Semua pelanggaran disiplin merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 PP Nomor 30 tahun 1980 yaitu tentang kewajiban yang harus dilakukan dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh PNS
c. Pemberhentian gaji diberlakukan apabila seorang PNS yang meninggalkan tugas secara terus menerus selama dua bulan. Pemberhentian gaji tersebut ditetapkan pada bulan ketiga sejak yang bersangkutan mulai meninggalkan tugas tanpa melalui proses pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang. Ketentuan ini secara tegas diatur dalam PP Nomor 32 tahun 1979. Sedangkan dalam proses penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam PP Nomor 30 tahun 1980, harus melalui proses pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu, kecuali jenis hukuman disiplin tegoran lisan.

SIKAP GOLPUT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Istilah golput (golongan putih) menjadi kata yang sering disebut-sebut setiap diadakan sebuah perhelatan besar pemilihan kepala daerah, anggota legislatif, ataupun presiden. Fenomena sejumlah warganegara yang tidak menyalurkan suara dan aspirasinya dalam sebuah pemilihan semakin meningkat. Ini disebabkan karena tingkat intelektualitas masyarakat terus berkembang. Jumlah masyarakat yang semakin paham tentang dunia politik menjadikan salah satu pemicu masyarakat untuk golput. Berkembangnya pemahaman masyarakat itu, tidak terlepas dari makin derasnya keterbukaan dan informasi melalui berbagai media massa. Masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi tentang calon yang akan dipilih dengan mudah. Selain itu jumlah partai politik yang mencalonkan diri untuk duduk di kursi pemerintahan sudah mencapai 34 partai politik juga disebut-sebut sebagai alasan masyarakat menjatuhkan pilihannya ke golput. Diprediksikan jumlah golput bisa semakin meningkat. Hampir separuh rakyat Indonesia tidak menggunakan hak pilih mereka. Padahal ketika seorang sudah mendapat kartu tanda penduduk (KTP), maka seseorang telah memiliki hak pilih di setiap pemilihan.
Tren golput sudah ada sejak pemilihan umum (pemilu) langsung tahun 2004. Bagaimana pada pemilu tahun 2009 nanti ? Akankah jumlah golput semakin meningkat ataukan justru semakin kecil. Kemungkinan angka golput akan meningkat. Mengingat masyarakat sudah mulai jenuh dengan pemerintahan yang dinilai semakin tidak berpihak kepada rakyat, tetapi justru lebih mementingkan kepentingan pribadi atau partai politiknya. Apalagi akhir-akhir ini masyarakat diberikan tontonan yang menggemaskan dengan munculnya sinyalemen atau berita kasus korupsi yang semakin banyak. Misalnya kasus aliran dana Bank Indonesia ke DPR, kasus alih fungsi hutan di Kabupaten Bintan, kasus pengadaan kendaraan pemadam kebakaran, dan sebagainya.
Kita tidak sepenuhnya bisa menumpahkan kesalahan kepada para penganut golput. Banyaknya masyarakat yang memilih golput disebabkan karena pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat. Masyarakat melalui media massa memperoleh bahan untuk dapat menilai para penyelenggara negara maupun sistem pemerintahan yang sedang berjalan, termasuk juga di dalamnya adalah kebijakan-kebijakan nasional yang muncul. Masyarakat tentunya tidak mau memilih apalagi menyerahkan kepercayaannya kepada orang yang tidak amanah dan tidak mampu menjaga diri untuk tetap berpihak kepada rakyat. Yang sebenarnya adalah pihak yang menjadikan mereka sebagai orang terhormat, memiliki penghasilan besar, memperoleh fasilitas dan kesejahteraan yang melebihi rata-rata.
Berkaitan dengan fenomena golput yang ada, muncul pertanyaan bagaimanakah dengan anggota masyarakat yang berkedudukan sebagai aparatur negara, yang dalam hal ini berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka juga warga negara yang memiliki hak pilih. Mereka mempunyai hak untuk menentukan pilihan. Dengan argumentasi bahwa golput sering pula dianggap sebagai pelaksanaan hak, yaitu hak untuk tidak memilih calon pasangan yang tidak kredibel atau dianggap tidak mampu menyalurkan asiprasi para pemilih, maka seseorang dianggap sah-sah saja menjadi golput. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah layakkah seorang PNS di daerah ikut menjadi pendukung golput, terutama pada saat pemilihan kepala daerah (pilkada)? Hal ini mengingat fenomena golput juga mulai muncul pada saat pilkada, bukan hanya pada saat pemilu legislatif maupun pemilu presiden.
Pertanyaan tersebut harus dipahami bahwa pilkada juga merupakan momentum penentuan siapa yang dipilih dan dianggap layak menduduki jabatan pembina kepegawaian tertinggi di daerah. Artinya pasangan calon yang terpilih nantinya akan melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pemimpin tertinggi dalam kegiatan manajemen kepegawaian di daerah. Keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan manajemen kepegawaian di daerah akan banyak diputuskan oleh pasangan tersebut. Seperti kita ketahui sesuai PP Nomor 9 Tahun 2003 sebagai pejabat pembina kepegawaian di daerah maka gubernur, bupati atau walikota selaku kepala pemerintahan di daerah memiliki kewenangan untuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan PNS Daerah.
Atas dasar pemikiran tersebut di atas maka tindakan golput yang dilakukan oleh sebagian warga negara, yang mungkin saja adalah PNS, tentunya perlu untuk direnungkan kembali. Walaupun ini tentunya bukan dimaksudkan agar para PNS menyalurkan aspirasinya secara membabi buta. Tetapi diperlukan adanya kesadaran dan pemikiran yang rasional dalam mengambil keputusan untuk menjatuhkan pilihan kepada salah satu pasangan calon. Jangan sampai seperti pepatah ”membeli kucing dalam karung”. Karena dengan pilkada tersebut, sebenarnya PNS menentukan pula siapa yang akan menjadi nahkoda manajemen kepegawaian di daerah. Yang pada saatnya nanti diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi kegiatan manajemen kepegawaian yang lebih baik dan sinergis dalam rangka peyelenggaraan pelayanan terhadap publik oleh aparatur pemerintah di daerah. (deha_0808).
Penulis : Dwi Haryono
Sumber : Buletin Kepegawaian Kanreg I BKN

MENEPIS DENGKI DAN IRI HATI

Tak sedikit hati manusia itu terkontaminasi rasa dengki dan iri hati, salah satu jenis penyakit hati ini adalah yang pertama kali muncul di langit dan di bumi melanda seorang manusia putra Adam as. bernama Qabil yang kemudian berakibat fatal sebab kedengkian yang sangat memuncak karena berbagai faktor kompetitif pengorbanannya kepada Tuhan Allah SWT terhadap adiknya Habil.
Akibat dendam kesumat yang begitu membara membelenggu hati Qabil itu hingga terjadi tragedi bedarah pertama memerciki bumi yang masih suci kala itu dengan teganya sang kakak membunuh adik kesayangannya sendiri Habil.
Inilah petaka kedengkian hati yang telah sukses pertama kali dilakukan manusia atas ulah rayuan iblis dimuka bumi ini. Kedengkian kedua adalah keirian iblis terhadap Adam as. ketika diperintahkan Tuhan untuk rukuk dan sujud padanya namun ia merasa congkak dan kesombongannya menganggap ia lebih hebat dari pada penciptaan manusia (Adam) atas dirinya.”Engkau ciptakan saya dari api sedang Engkau ciptakan dia dari tanah”. (Al-A’raf: 12).
Kemudian hal yang sangat kita waspadai sekarang, seiring perjalanan waktu kehidupan manusia terhadap bahaya kedengkian dan iri hati yang semakin berkembang diberbagai kausalitas peristiwa ditengah masyarakat saat ini, manakala tuntutan hidup manusia sangat multi kompleks dan serba kompetitif yang mungkin tak dapat dihindarkan.
Mulai dari hal yang sepele tentang harta, rizqi, pangkat, jabatan serta kedudukan di suatu institusi lain yang semua itu sifatnya hanyalah sementara (fana) seringkali menjadi pemicu maraknya kedengkian di tengah masyarakat yang sangat rentan. Sehingga ujung-ujungnya tak lain adalah kebutuhan perut hingga persaingan-persaingan prestise pribadi.
Betapa bahaya dari perasaan dengki dan iri hati itu jika dibiarkan berkeliaran di belantara hati manusia maka yang akan terjadi adalah rasa hasud, dendam, dan ketidak puasan. Bahkan perilaku tidak sportif lainnyapun kadang sanggup dijalankan, ada istilah menggunting dalam lipatan sesama teman seperjuangan, menohok dari belakang, lempar batu sembunyi tangan sangat mereka sukai.
Dari semua itu akhirnya lebih dekat pada suatu perpecahan dan pertumpahan darah karena pengusaan iblis yang jahat itu telah merasuk di hati manusia dengan memandang gelap sebelah mata terhadap kesuksesan dan kejayaan orang lain, na’udzu billah.
Tak sedikit contoh lain tragedi yang sering terjadi ditengah masyarakat kita atas berkobarnya rasa dengki dan iri hati itu, rasa emosi, unjuk rasa, saling tebar fitnah, saling mencerca dan bahkan saling teror terhadap sesama saudara kita sendiri.
Perlu kita fahami bahwa jika Tuhan Allah berkenan melimpahkan suatu kenikmatan kepada kita atau orang lain, maka ada dua sikap yang acap muncul dalam hal menghadapi keadaan ini. Pertama, ada perasaan membenci nikmat itu dan merasa suka jika nikmat itu lenyap darinya. Kedua, perasaan tidak membenci keberadaan nikmat itu dan tidak menginginkan ia lenyap, tetapi di dalam hatinya ada keinginan untuk mendapatkan kenikmatan yang serupa.
Pembaca yang budiman, marilah kita renungkan betapa kerusakan hubungan manusia karena sangat dipengaruhi rasa hasud, dengki dan iri hati yang dibiarkan membelenggu dada manusia. Sebab kemungkinan kurangnya kontrol dan filter dalam membangun harmonisasi komunitas sesama manusia (humanisme) diantara kita.
Ada pesan dari Az-Zubair bin Al-Awwam r.a, dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Kalian akan dijalari suatu penyakit umat-umat sebelum kalian yaitu dengki dan kebencian.” (At-Tirmidzy dan Ahmad).
Dalam sabda yang lain Nabi SAW bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, saling memutuskan hubungan, saling mendengki, saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (Al-Bukhary dan Muslim).
Demikianlah jika melihat fenomena yang telah banyak terjadi di pentas kehidupan manusia sejak Adam as. hingga akhir-akhir zaman ini, memang sudah diklaim oleh makhluk Tuhan yang lain yang disebut iblis maupun syaithan untuk senantiasa mengguncang hati-hati manusia agar selalu berbuat dengki dan iri hati dan menjurus pada kehancuran.
Sebagai akhir urain ini maka kembali pada pesan Hadits diatas tersebut maka kita banyak diingatkan agar senantiasa tidak saling membenci, tidak saling memutus hubungan, tidak saling dengki dan bermusuhan. Maka diharapkan agar kita dapat menjadi hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Wallahu a’lam.
Penulis : Sukirman A-Faqir
Sumber : Buletin Kepegawaian Kanreg I BKN

Selasa, 10 Maret 2009

Undang-undang 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman


Lahirnya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman menuntut organisasi untuk lebih baik dalam memberi pelayanan, komisi ini akan selalu mengawasi kinerja instansi pemerintah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.
Seperti diketahui Ombudsman merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Lembaga ini mempunyai kewenangan yang tinggi untuk memanggil dan melakukan investigasi (baik secara terbuka maupun tertutup) apabila ada laporan dari masyarakat tentang adanya mal-administrasi yang dilakukan lembaga pemerintah. Untuk itulah sebagai lembaga pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik dan benar.

NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL


Dalam Undang-undang 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-undang 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ditentukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai warga negara dan anggota masyarakat diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye sebagai peserta kampanye.
Pemahaman netralitas dalam pemilihan umum calon Legislatif dan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu bahwa Pegawai Negeri termasuk PNSsebagai unsur aparatur negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-undang 8 Tahun 1974 jo Undang-undang 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004.
Dalam Undang-undang 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-undang 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ditentukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai warga negara dan anggota masyarakat diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye sebagai peserta kampanye.

LARANGAN DAN KAMPANYE
Dalam pasal 84 Undang-undang 10 Tahun 2008 telah diatur tentang pelaksana, peserta dan petugas kampanye, Dalam ayat (2), antara lain disebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan PNS. Dalam ayat (4), dinyatakan sebagai peserta kampanye PNS dilarang menggunakan atribut partai atau atribut PNS. Dan dalam ayat (5), ditegaskan sebagai peserta kampanye PNS dilarang mengerahkan PNS di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.
Dari kutipan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa PNS dapat menjadi peserta kampanye dengan beberapa persyaratan. Namun dilarang sebagai pelaksana kampanye. Ketentuan tentang PNS sebagai peserta kampanye dipertegas pula dalam Undang-undang 42 Tahun 2008 pada pasal 41 ayat (1) huruf e, ayat (4), dan ayat (5). Dalam undang-undang yang sama pasal 43, dinyatakan pula bahwa pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Jika PNS diperbolehkan sebagai peserta kampanye sebagaimana disebutkan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu tentang larangan bagi PNS sebagai peserta kampanye. Larangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
• Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
• Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI;
• Menghina seseorang, agama atau suku, ras, golongan, calon dan atau peserta Pemilu yang lain;
• Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
• Mengganggu ketertiban umum;
• Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan atau peserta Pemilu yang lain
• Merusak dan atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;
• Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
• Membawa atau menggunakan tanda gambar dan atau atribut lain selain dari tanda gambar dan atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
• Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.

Selain itu beberapa larangan yang langsung berkaitan dengan PNS peserta kampanye, yaitu:
• Dilarang menggunakan atribut partai atau pakaian seragam dan atribut PNS;
• Dilarang mengerahkan PNS dilingkungan kerjanya, dan dilarang menggunakan fasilitas negara;
• Tidak memihak dan memberikan dukungan kepada Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Tidak boleh menjadi Tim Sukses dari Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Tidak boleh mengikuti kampanye pada waktu jam kerja;
• Tidak boleh menyimpan dan menempelkan dokumen, atribut, atau benda lain yang menggambarkan identitas Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden;
• Dilarang melakukan tindakan atau pernyataan yang dilakukan secara resmi yang bertujuan mendukung Parpol, calon Legislatif, calon Presiden, dan calon Wakil Presiden.
Berkaitan dengan sikap PNS yang terlibat dalam pencalonan legislatif seperti yang ditentukan dalam Pasal 12 huruf k Undang-undang 10 Tahun 2008, bahwa untuk menjadi anggota DPD, antara lain dinyatakan PNS harus mengundurkan diri sebagai PNS yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali. Begitupun untuk menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, PNS harus mengundurkan diri sebagai PNS yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan, bahwa PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai PNS. Lebih lanjut
dinyatakan, bahwa PNS yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai PNS. Dan PNS yang mengundurkan diri, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Sedangkan PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus parpol tanpa mengundurkan diri sebagai PNS, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.

SANKSI DAN PERAN PEJABAT PEMBINA KEPEGAWAIAN
PNS yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan sebagaimana yang disebutkan di atas, dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian instansi pusat dan daerah bertanggungjawab untuk segera mengambil tindakan apabila terdapat PNS dilingkungannya yang melakukan pelanggaran terhadap netralitas PNS.
Berkaitan dengan prinsip netralitas PNS dalam Pemilu, baik untuk Pemilu calon Legislatif maupun calon Presiden dan Wakil Presiden, semua Pejabat Pembina Kepegawaian instansi pusat dan daerah bertanggungjawab mensosialisasikan ketentuan prinsip netralitas tersebut bagi semua PNS dilingkungannya. Pejabat Pembina Kepegawaian diharapkan juga turut mengawasi implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pemilihan umum calon Legislatif, calon Presiden dan Wakil Presiden.

HARAPAN
Pemilhan Umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat bertujuan untuk menghasilkan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Sebagaimana makna “kedaulatan berada di tangan rakyat”, dalam hal ini rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Semoga apa yang menjadi cita- cita Bangsa sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 dapat tercapai untuk kemajuan bangsa, sehingga Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara maju di dunia.