Kamis, 23 April 2009

MENGAPA MASIH ADA PADA KITA

Satu persatu waktu itu berlalu, dan tiada satupun yang dapat terulang seperti dahulu, kini tiada yang dapat kita raih waktu yang akan datang, karena memang belum terkesampaian. Terkadang kita menyesal ketika kemarin tidak berbuat apa-apa, tetapi saat ini kemalasanpun tak mampu kita mengusirnya. Banyak ajaran dan pelajaran yang sering kita dengar dan mengerti, tetapi tetap saja hanya menjadi mimpi-mimpi dalam tidurnya, karena kesukaan kita selalu menunda waktu . Mengapa masih ada pada kita ?
Tak seorangpun mampu menjawabnya pertanyaan itu, kecuali orang yang mampu bangun dari tidurnya kemudian berdoa :”Alhamdulillahi alladzii akhyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nusyuuru” , kemudian kita akan bertanya lagi, mengapa hanya mereka yang bangun dan kemudian berdoa itu yang mampu menjawabnya ? ya ! karena masih ada pada kita.
Seseorang yang bekerja dan kemudian mendapat status Pegawai Negeri Sipil tentu bukan hal yang mudah diperoleh bagi banyak orang yang menginginkan, mereka berdesak-desakan ketika ada pengumuman penerimaan CPNS, mereka rela berbaris dengan antrian panjang menunggu panggilan seleksi administrasi yang dilakukan oleh petugas verifikasi, kadang haus dan lapar tidak ia hiraukan, karena khawatir jika ia tinggalkan untuk sekedar antriannya diisi orang. Pernahkah kita merasakan betapa kecewanya ketika mereka sampai pada antriannya ternyata tidak lolos seleksi ?, pernahkah kita merasakan betapa lelahnya mereka mondar-mandir berkali-kali mencari dan melengkapi berkas yang harus ia miliki ?, Hanya orang-orang yang bangun dari tidurnya kemudian berdoa ”Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan aku sesudah Ia mematikan aku dan kepadaNya tempat kembali” yang mampu merasakan itu.
Terkadang tidak kita sadari bahwa menjadi Pegawai Negeri Sipil ini melalui proses dan perjuangan panjang, sehingga tidak disadari pula Syukur kita atas rahmat dan nikmat Allah yang diberikan kepada kita kurang, Mengapa ketika belum ada berita bahwa gaji bulan Oktober akan dibayarkan sebelum lebaran, muncul keluhan: ” waduh !! ngalamat lebaran sepi, karena duwit habis belum gajian ”. Tetapi begitu Pemerintah menyatakan gaji bulan oktober akan dimajukan sebelum lebaran, ada pula keluhan : ” Wah !! gajian sekarang, setelah lebaran nanti, makan apa ?” inikah yang dibilang kurang bersyukur ?. Ada lagi PNS dari beberapa Instansi masih belum masuk kerja alias bolos pada hari pertama setelah menjalani cuti bersama 5 hari. Mengapa masih ada pada kita ?, memberi alasan itu lebih mudah dari pada mentaati, bukankah disekitar kita masih banyak tidak mengerti apa itu cuti ? ya karena mereka mengais rezeki bukan dari gaji, mereka tak pernah berhenti apalagi cuti. Seperti inikah kondisi asli dinegeri ini, Masya Allah mudah-mudahan kami salah persepsi.
Mengapa masih ada pada kita ? ya ! karena kita tidak pernah mencoba meniadakannya.
Hanya orang-orang yang sadar dari bangun tidurnya kemudian melangkahkan kaki beranjak dari tempat tidurnya, lalu membasuh muka dengan penuh keikhlasan serta ketaatannya , mereka lakukan tiada keluhan sedikitpun, yang mampu meniadakannya.
Apakah kita termasuk golongan mereka, tentu tergantung pada :
1. Seberapa lebar mata hati kita melihat orang-orang dibawah kita ?
2. Seberapa besar kepekaan kita mendengar rintihan orang-orang yang berebut BLT ?
3. Seberapa jauh mata kita memandang batas waktu yang akan menghapus peluang.
Semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk merubahnya, namun juga tidak terlalu sulit jika kita mau mengerjakannya, sebab Allah masih memberikan kesempatan pada hambaNya yang mau bertaubat, dan memohon ampunan kepadaNya, bersyukur dan berdoa, tidak mengeluh dan berdusta. Bukankah pahala itu hanya diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa yaitu bekerja dengan jujur, Ikhlas, sabar , dan kemudian tidak pernah mengeluh. Semoga dan semoga .(BnBr)

Penulis : Bambang NBR
Sumber : Buletin kepegawaian Kanreg I BKN

IDEALITA ATURAN DAN KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN

Dalam kebijakan di bidang kepegawaian, resistensi masyarakat terjadi ketika pemenerintah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor 32/A/2000 yang menyebutkan kenaikan tunjangan jabatan struktural mulai dari eselon I a dari Rp. 500.000,- menjadi Rp. 9.000.000,-, eselon I b dari Rp. 400.000,- menjadi Rp. 7.000.000, dan seterusnya. Aturan dan Kebijakan lain adalah ketika pada tahun 1994 pemerintah menerbitkan aturan tentang pangkat puncak Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SMA hanya sampai pada Penata Muda III/a. Kemudian pada tahun 2005 ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2005 yang dikuatkan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/M.PAN/I/2006 yang menyebutkan bahwa pegawai honorer yang dapat mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil dan mendapat prioritas adalah honorer yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Kebijakan atau peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tidak steril dari resistensi masyarakat. Ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 12 tahun 2008 tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, masyarakat melakukan resistensi dengan menggelar berbagai demonstrasi. Resistensi serupa terjadi ketika pemerintah menerbitkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas LPG, juga ketika pemerintah berencana mengganti Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, masyarakat pun melakukan penolakan dengan demonstrasi.
Dalam kebijakan di bidang kepegawaian, resistensi masyarakat terjadi ketika pemenerintah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor 32/A/2000 yang menyebutkan kenaikan tunjangan jabatan struktural mulai dari eselon I a dari Rp. 500.000,- menjadi Rp. 9.000.000,-, eselon I b dari Rp. 400.000,- menjadi Rp. 7.000.000, dan seterusnya. Aturan dan Kebijakan lain adalah ketika pada tahun 1994 pemerintah menerbitkan aturan tentang pangkat puncak Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SMA hanya sampai pada Penata Muda III/a. Kemudian pada tahun 2005 ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2005 yang dikuatkan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/M.PAN/I/2006 yang menyebutkan bahwa pegawai honorer yang dapat mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil dan mendapat prioritas adalah honorer yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Dari berbagai fenomena penolakan masyarakat terhadap aturan maupun kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang kepegawaian, permasalahan yang muncul adalah bagaimana sebenarnya aturan dan kebijakan yang baik, aturan dan kebijakan yang mampu merespons keinginan masyarakat.
Leopold Pospisil dalam bukunya yang berjudul Anthropological of Law, menyebutkan bahwa aturan atau kebijakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Authorian law dan Common Law. Authorian Law adalah hukum yang dibuat oleh penguasa. Hukum ini mempunyai sifat statis dan nilai keadilannya besifat subyektif, tergantung dari frame penguasa melihat. Sebaliknya Common law dalah hukum yang hidup dalam masyarakat. Secara empiris hukum ini dikenal dengan hukum adat. Hukum adat dibentuk berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai adil dan benar, baik dan buruk, adalah berdasarkan pada nilai-nilai individu anggota masyarakat yang terakumulasi dalam satu nilai masyarakat secara keseluruhan. Sehingga common law merupakan aturan yang bersifat dinamis dan mempunyai obyektifitas dalam melihat fenomena adil, benar, salah, baik, buruk, jahat dan lainnya. Menurut Pospisil, aturan hukum yang baik adalah aturan atau kebijakan yang berasal dari nilai-nilai yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat (common law) untuk seterusnya diberi bentuk atau payung hukum entah dalam bentuk undang undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden oleh penguasa (Authorian law).
Pendapat senada disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo (1994) yang menyatakan bahwa keberlakuan suatu aturan hukum atau kebijakan didasarkan pada tiga hal penting yaitu philosophisce geltung, jurisdische geltung dan sosiologische geltung. Philosophische geltung menyatakan bahwa aturan hukum akan berlaku apabila memenuhi syarat filosofis. Di negara kita dasar falsafah adalah Pancasila, sehingga semua produk hukum dan kebijakan harus didasarkan pada Pancasila. Jurisdische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan mempunyai kekuatan berlaku apabila memenuhi peryaratan yuridis yaitu dibuat oleh pejabat atau lembaga yang berwenang sesuai prosedur yang berlaku. Sosiologische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan mempunyai kekuatan berlaku apabila dapat diterima oleh masyarakat.
Dua pendapat ini setidaknya memberikan sedikit arahan bagaimana suatu aturan atau kebijakan yang baik itu dibuat. Dalam hal pembuatan aturan dan kebijakan di bidang kepegawaian dalam upaya meminimalisasi resistensi masyarakat perlu memperhatikan aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Pegawai Negeri Sipil. Ini artinya komunikasi pejabat yang berwenang dengan Pegawai Negeri Sipil harus intens dilakukan. Sehingga pembuatan aturan dan kebijakan tidak saja dari atas ke bawah (top down) tetapi juga dari bawah ke atas (bottom up).
Penulis : Bagus Sarnawa (Mahasiswa S3 Ilmu Hukum UGM Yogyakarta)
Sumber Buletin Kepegawaian Kanreg I BKN

Senin, 13 April 2009

REFORMASI BIROKRASI

( suatu tantangan dan harapan )
Tidak sedikit apa yang telah dilakukan baik itu instansi pemerintah, lembaga non pemerintah , kaum intelektual, dunia pendidikan, bahkan mendatangkan konsultan asing untuk memberikan saran, perhatian, wawasan, maupun inspirasi, baik itu yang berbentuk seminar, penelitian, karya ilmiah, dll yang muaranya untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, maju, modern ,dan handal yang dapat menciptakan percepatan pembangunan dan pembaharuan disegala bidang. Sehingga harapan masyarakat indonesia untuk dapat berdiri sama tegak diantara bangsa- bangsa yang telah lebih dahulu maju dan sejahtera, sebagaimana tujuan negara yang telah diamanatkan para founding fathers seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat segera diwujudkan.
Tidak dapat dipungkiri Pegawai Negeri Sipil menjadi tulang punggung harapan dari masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, aman dan tentram. Tetapi kalau kita merenungkan sejenak apa yang telah aparat pemerintah(birokrasi) lakukan, sudahkah semakin mengarah kepada cita- cita mulia tersebut ?, ataukah birokrasi kita cenderung berjalan lamban, tidak bisa diajak berlari mengejar ketinggalan kemajuan seperti yang dialami oleh negeri Cina, ataupun india yang mulai menggeliat bangkit dari tidur panjangnya sebagai sama – sama negara yang sarat dengan problem besarnya penduduk (atau bahkan Thailand, Malaysia ataupun Singapura, sesama negara Asia), tetapi mereka mulai menunjukkan kemampuannya sebagai negara yang besar bukan hanya slogan tetapi hasil nyata. Mungkin kita selama ini terlalu banyak bermimpi dengan mimpi- mimpi yang indah, tetapi kita terlena bahwa untuk mewujudkan cita- cita mulia kita harus dimulai dari saat ini juga ,bukan dengan konsep atau teori semata, melainkan dengan langkah nyata .
Lalu, dimanakah posisi kita (selaku birokrasi) berada ?, apakah kita hanya mengikuti arus apa yang terjadi dimasyarakat kita, tanpa mengambil inisiatif memegang peranan sebagai komandan dalam mewujudkan harapan dan cita- cita negara atau kita (birokrasi) yang seharusnya memegang tongkat komando menjadi tulang punggung dari mewujudkan aparat pemerintah (birokrasi) yang maju, modern, handal, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Seperti Negara Cina yang mana birokrasi bias menjadi tulang punggung yang kuat dan dapat menjembatani tuntutan masyarakat dan dunia internasional melalu pembaharuan system perekonomian , pemerintah yang dapat dan mau memberantas kkn sehingga tidak sedikit pejabat yang harus dihukum mati karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi,. Kemudian apakah kita sebagai aparat birokrasi hanya berpangku tangan melihat apa yang telah dilakukan oleh Negara lain, yang bukan hanya mampu untuk semakin mensejahterakan rakyatnya, tetapi juga menjadi suatu negara yang disegani oleh negara – negara lain, masihkan kita mempunyai rasa pilu dan meratap ketika ada warga negara kita yang dirazia seperti pemberontak di negara tetangga, dikejar kejar kemudian didenda, dideportasi, bahkan dipenjara, seperti seseorang yang melakukan tindak kriminal berat, padahal apa yang mereka lakukan karena hanya mencari tambahan penghasilan yang sulit diperoleh di negara yang dikenal sebagai jamrut katulistiwa, yang kaya dan melimpah akan sumber daya alamnya.
Lalu apakah yang dapat kita lakukan sebagai aparat birokrasi untuk mengatasi segala kesulitan – kesulitan tersebut. Kita memang tidak dapat meyelesaiakan semua permasalahan dia atas, akan tetapi kita dapat memulai dari diri kita sendiri melalui pembaharuan sistem kepegawaian kita dari birokrat yang bermental “ndara/priyayi” yang ingin selalu dilayani, yang tambun dan lamban dan lambat dalam menyikapi persoalan, ataupun birokrat yang terkenal korup (sehingga menjadi salah satu negara terkorup di dunia ini). Untuk itu pembaharuan pola pikir birokrat, pembaharuan budaya kerja, penciptaan sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang berorientasi merit system, penerapan reward and punishment yang tegas, visi kepegawaian yang jelas (sehingga kita tahu mau dibawa kemana Pegawai Negeri Sipil kita ini), pengadopsian sistem kepegawaian dari negara-negara maju, pelaporan kekayaan dari setiap Pegawai Negeri Sipil setiap tahunnya disertai pembuktian terbalik dari Pegawai Negeri Sipil yang diduga mamiliki kekayaan yang tidak wajar, dan lain sebagainya.
Ada banyak harga yang harus dibayar untuk hal- hal tersebut di atas, tetapi kapan lagi kita akan memulai kalau hal- hal yang baik dan benar yang sebenarnya dapat kita lakukan sejak sekarang ini, sehingga kita bias menjadi aparat birokrat yang bukan hanya cerdas, inovatif, handal, bebas dari kkn, tetapi juga aparat yang bisa melayani dengan hati yang tulus.
Untuk mewujudkan harapan- harapan di atas , penulis mempunyai pemikiran beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan aparat birokrasi ( Pegawai Negeri Sipil) yang dapat menjembatani kemajuan bangsa dan menghadapi tantangan masa depan dalam mewujudkan reformasi birokrasi dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipi antara lain :
I. Penggantian Peraturan Pemerintah 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah 32 tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Kalau mau jujur sebenarnya hukuman disiplin yang diterapkan bagi Pegawai Negeri Sipil terlalu ringan, bagaimana tidak ringan untuk seorang Pegawai Negeri Sipil misalnya akan diberhentikan karena melanggar peraturan disiplin , harus memakai jalan yang berliku karena aturan yang mendasarinya memang seperti itu. Contohnya Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk bekerja tidak lebih dari 6 bulan sulit untuk dapat diberhentikan (hanya penghentian gaji mulai bulan ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak masuk bekerja).
Dalam Peraturan Pemerintah 30 tahun 1980 ada 10 jenjang hukuman disiplin mulai dari tegoran lesan sampai pemberhentian tidak dengan hormat.
Kebanyakan di institusi swasta, ketika seorang karyawan tidak masuk kerja dalam beberapa hari dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dapat mengakibatkan karyawan tersebut mendapatkan SP 1 ( surat peringatan 1 ) jika hal ini terjadi beberapa kali lagi bukan tidak mungkin karyawan tersebut diberhentikan.
Berbeda dengan budaya kerja yang ada di lingkungan pemerintah, yang cenderung santai, ewuh pakewuh, dan ringan dalam menegakkan peraturan disiplin yang berkaitan sanksi yang tegas , sehingga seringkali kecenderungan melakukan pelanggaran disiplin karena lemahnya penegakan sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melanggar dan banyaknya jenjang hukuman disiplin. Lebih baik jika penyederhanaan jenis hukuman disiplin dibuat dan pembaharuan dari proses pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang melanggar disiplin semakin dipertajam melalui penggantian Peraturan Pemerintah 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah 32 tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang menimbulkan efek jera bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar.
II. Pengangkatan Tenaga Outsourcing ( tenaga tidak tetap )
Sebenarnya baik sekali maksud pemerintah untuk mengangkat tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil dan kemudian pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah 48 tahun 2005 yang melarang instansi pemerintah mengangkat tenaga honorer. Akan tetapi apakah kebijakan ini tepat ataukah justru menjadi bumerang bagi aparat efektivitas jalannya pemerintahan, bukan tidak mungkin suatu pelaksanaan kegiatan akan lebih efektif jika dilakukan oleh mereka yang bukan Pegawai Negeri Sipil , sebab setelah mereka diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil ada kecenderungan etos kerja yang menurun karena minimnya resiko dari pemutusan hubungan kerja, berbeda jika mereka masih tenaga honorer . Tetapi bagaimanapun langkah pemerintah ini (mengangkat tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil) patut diacungi jempol sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga honorer.

Kedepan akan lebih baik jika pemerintah Cq. Menpan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara memikirkan kembali kebijakan larangan bagi pejabat pembina kepagawaian untuk mengangkat tenaga honorer karena ada banyak jenis pekerjaan yang akan lebih efektif jika dilakukan oleh mereka yang tidak menjadi Pegawai Negeri Sipil, seperti banyak yang telah dilakukan oleh banyak perusahaan negara (BUMN) dan Perusahaan swasta yang cenderung mengangkat tenaga-tenaga tertentu yang diambilkan dari pihak ketiga (outsourcing) ataupun tenaga tidak tetap, dan jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga tidak tetap yang dangkat oleh Peraturan Pemerintah dan bekerja di instansi pemerintah, pemerintah dapat memberikan kompensasi yang cukup pantas bagi tenaga tidak tetap tersebut, sehingga harapan banyak pihak supaya birokrasi kita bukan lagi seperti gajah bangkak yang tambun dan cenderung lamban semakin dapat diwujudkan.

III. Penetapan Formasi yang Efektif , Efisien, dan Cerdas.
Banyaknya kepentingan yang berkaitan dengan penetapan formasi maupun pengisian formasi baik itu yang bersifat politis, korupsi, kolusi, dan nepotisme, menjadikan instansi pemerintah cenderung gemuk dan bahkan seperti gajah bengkak karena para pegawai di lingkungan unit kerjanya bingung harus mengerjakan apa karena tiidak sebandingnya antara tenaga kerja yang ada volume kerja yang menjadi tugas tanggungjawabnya. Akan lebih baik jika aparat birokrasi itu adalah birokrasi yang ramping dengan beban kerja yang optimal , kalau perlu sering lembur kerja dan diimbangi kompensasi lembur. Sehingga jika selama ini masyarakat menilai lingkungan unit kerja pemerintah banyak Pegawai Negeri Sipil yang santai, malas, dan tidak produktif (dan memang begitu adanya di beberapa instansi pemerintah ; kalau mau jujur), dapat dicegah dengan adanya penetapan formasi yang benar- benar berjalan, suatu unit kerja tidak perlu diisi oleh pegawai yang berlebihan , sehingga prinsip efisiensi dan efektifitas dapat diwujudkan.
Dan pengisian formasi ( kebutuhan terhadap pegawai yang dibutuhkan ) ke depan lebih baik jika dilakukan oleh lembaga yang kredibel dan akuntabel (misal perguruan tinggi) melalui perekrutan dari tenaga – tenaga yang cerdas dan pintar dari lembaga pendidikan yang terkemuka ( untuk itu perlu adanya perubahan perundang-undanga yang berkaitan dengan pengadaan Pegawai Negeri Sipil misalnya :melalui sekolah- sekolah kedinasan, Perguruan Tinggi terkemuka ,dll ) sehingga tenaga yang diperoleh benar- benar tenaga yang pintar, cerdas dan handal.
Pengisian formasi di lingkungan instansi pemerintah akan lebih tepat jika pengisian formasi dengan prioritas diambilkan dari lingkungan instansi pemerintah yang lain, dengan didahului melalui penataan kepagawaian dan redistribusi penempatan, melalui analisis kebutuhan pegawai secara cerdas dengan menghitung kebutuhan riil suatu unit kerja akan Pegawai Negeri Sipil yang dibutuhkan, sehingga setiap pegawai mempunyai suatu tugas pokok tertentu dengan beban kerja yang optimal.

IV. Reformasi Renumerasi Pegawai Negeri Sipil
Dalam penjelasan pasal 7 ayat 3 , Undang- Undang 43 Th 1999 tentang Perubahan atas Undang- undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian, disebutkan : ” Pengaturan gaji pegawai negeri yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan , baik antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktifitas dan kreatifitas pegawai negeri.”. Reformasi birokrasi sulit diwujudkan secara efektif jika tidak diimbangi dengan reformasi renumerasi. Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan reformasi renumerasi seperti di lingkungan depertemen keuangan yang mana penghasilan take home pay oleh pegawai golongan rendah di lingkungan depertemen keuangan yang tidak kalah dengan pejabat setingkat eselon 2.
Yang perlu dilakukan oleh pemerintah pada masa yang akan datang adalah reformasi renumerasi yang bukan saja dilingkungan Departemen Keuangan , instansi tertentu , ataupun rencana tunjangan profesi guru yang menimbulkan kesenjangan penghasilan bagi pns yang lain, tetapi reformasi penggajian juga dilakukan diseluruh lingkungan instansi pemerintah dengan menerapkan rasa keadilan secara proporsional dengan memberikan penggajian yang disesuaikan dengan berat beban tugas , tanggungjawab, dan resiko yang mungkin terjadi ( sehingga pola- pola pressure baik itu berupa demo, lobby- lobby yang cenderung hanya menguntungkan suatu golongan tertentu dapat diantisipasi ), dengan adanya pola penggajian yang komprehensif setiap PNS relatif akan merasakan rasa keadilan dan menghindari kesenjangan yang berlebihan yang justru timbul kemungkinan menyalahgunakan kedudukannya untuk mengimbangi penghasilan yang tidak diperoleh seperti diinstansi/ profesi lain dan jika perlu diterapkan ambang batas atas dan ambang batas atas , sehingga tidak terjadi kecemburuan yang mungkin menjadi kontraproduktif bagi produktifitas dan kinerja di instansi pemerintah yang lain karena adanya suatu instansi pemerintah yang menerapkan penghasilan jauh berbeda dengan instansi pemerintah yang lain.

V. Pengikatan Kontrak komitmen Pegawai Negeri Sipil dengan Pemerintah
Ketika reformasi renumerasi sudah diterapkan di lingkungan Pegawai Negeri Sipil, tidak perlu ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak menerapkan kontrak komitmenl, yang diperbaharui setiap tahun (kontrak komitmen dimaksud disini adalah kesepakatan komitmen antara Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan kerja dengan sebaik- baiknya sesuai dengan ketentuan dan konsekwensi jika tidak melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan kerja dengan pemerintah). Sehingga tidak ada lagi sebagian Pegawai Negeri Sipil yang makan gaji buta , tetapi ada konsekwensi – konsekwensi jika melanggar peraturan/ ketentuan yang telah disepakati.
Seperti yang telah dilakukan oleh banyak bank swasta dan bank pemerintah, jika terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam keputusan- keputusan yang diambil tidak segan- segan pihak manajemen melaksanakan pemutusan hubungan kerja sebagai konsekwensi jika melanggar ketentuan misal : menerima uang / gratifikasi dari pihak lain yang dilayani. Akan lebih baik pada masa yang akan datang penerapan ketentuan ini juga diperlakukan di lingkungan birokrasi, ( sehingga Pegawai Negeri Sipil yang menerima pemberian walaupun itu sekedar ucapan terimakasih mendapat sangsi yang keras/ berat, sehingga dapat menjadikan efek jera bagi Pegawai Negeri Sipil yang lain ) dan upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat terlaksana dengan efektif.
Untuk itu perlu adanya politikal will dari pemerintah dan DPR perihal reformasi renumerasi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil dan diimbangi dengan penegakan peraturan disiplin yang tegas seperti yang telah dilakukan dinegara- negara maju dalam menindak bahkan memberhentikan oknum- oknum pegawai yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tanpa adanya reformasi renumerasi yang diimbangi degan hukuman yang tegas pemerintah akan seperti menegakkan benang basah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di republik tercinta ini.

Disamping hal- hal tersebut dimungkinkan perlu adanya penegasan kembali , visi kepegawaian (Grand Design of Public Sarvant) , suatu kebijakan yang dituangkan dalam undang- undang oleh eksekutif ataupun legislatif , supaya mempunyai kedudukan hukum yang kuat baik itu membuat undang- undang yang baru atau memperbaharui Undang- undang yang lama yang isinya antara lain visi kepegawaian jangka panjang yang melibatkan stake holder baik itu Menpan, Kepala BKN, DPR , dan pihak lain , untuk mewujudkan visi kepegawaian kedepan akan seperti apa , baik dari sisi jumlah, Sistem rekruitmen, renumerasi,pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil , Pejabat pembina Kepegawaian yang netral dari kepentingan politik, pola karier yang kelas, birokrat yang bebas dari unsur korupsi , kolusi, dan nepotisme yang dan lain sebagainya. kebijakan kepegawaian yang mungkin berganti- ganti karena adanya pergantian pemerintahan dapat diminimalisir, dan harapan banyak pihak untuk pemerintah mempunyai birokrasi yang ramping, bebas dari kkn, maju, modern, handal dapat segera diwujudkan. Jangan sampai birokrasi menjadi bagian dari persoalan bangsa tetapI menjadi “ tool of solution of nation’s problem “, I Agree, do You ? ( magelang 25 Okt 2007 )
Oleh : Drs. Prasetya Sakti
Staf pada Bagian Pemerintahan Desa
Sekretariat Daerah Kab. Magelang
Sumber : Buletin Kepegawaian Kanreg I

Jumat, 03 April 2009

PENGADAAN CPNS BERBASIS KOMPETENSI

Beberapa waktu yang lalu Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam Rapat Koordinasi Pengadaan PNS di Jakarta mengatakan bahwa pengadaan CPNS formasi 2008 harus berbasis kompetensi dengan merekrut sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi, sehingga terpilih orang yang siap menjadi pelayan masyarakat yang handal, abdi negara, dan bukan menjadi bos baru. MENPAN menambahkan bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, maka penerimaan PNS harus berdasarkan prinsip transparansi, obyektif, tidak diskriminasi, dan akuntabel. MENPAN juga mengharapkan bahwa di masa mendatang PNS harus memiliki kemampuan sesuai dengan kompetensi dan pola pikir yang baik. (ANTARA, 4 Agustus 2008).
Hal ini bisa difahami karena selama ini masyarakat beranggapan bahwa pengadaan CPNS selalu dihiasi dengan nuansa KKN, dan sarat dengan kepentingan politis. Bahkan masyarakat menganggap bahwa ketidakprofesionalan PNS saat ini disebabkan kesalahan system pengadaan CPNS baik di instansi Pusat dan Daerah yang tidak berbasis kompetensi, sehingga pengadaan yang dilakukan tidak menghasilkan CPNS yang kompeten baik dari sisi pengetahuan, ketrampilan maupun sikap.
Permasalahan tersebut merupakan tantangan bagi para Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah dalam melaksanakan pengadaan CPNS formasi 2008 mendatang. Sudah waktunya penerimaan CPNS saat ini benar-benar dilakukan secara obyektif dan transparan, sehingga dapat diperoleh CPNS yang berkualitas dan akuntabel dalam melaksanakan tugas. Paradigma lama yang lebih cenderung berpola pikir bahwa pengadaan CPNS hanya sekedar mengisi fomasi yang lowong dan merupakan kegiatan rutinitas setiap tahun sudah harus ditinggalkan.
MENPAN telah menetapkan formasi CPNS tahun 2008 secara nasional sebesar 300.000 orang yang akan ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia. Rincian formasi 2008 yaitu untuk PNS Pusat sebesar 50.000 orang yang terdiri dari 17 ribu orang untuk tenaga honorer dan 33 ribu untuk pelamar umum. Sedangkan untuk PNS Daerah sebesar 250.000 orang terdiri dari 68.000 orang untuk tenaga honorer, 166.189 dari pelamar umum dan 15.811 untuk sekretaris desa. Formasi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan PNS dan diutamakan untuk bidang pelayanan seperti , medis, kesehatan dan pendidikan.
Pengadaan CPNS secara tegas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 tentang Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil, dan Keputusan Kepala BKN Nomor 11 Tahun 2002 sebagai petunjuk pelaksanaannya. Untuk pengadaan CPNS di formasi umum tahun 2008, sudah mengacu pada Peraturan Kepala BKN Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil.,
Tujuan ditetapkan Peraturan Kepala BKN tersebut adalah sebagai pedoman bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat/Daerah dalam melaksanakan pengadaan CPNS guna memperolah CPNS yang professional, jujur, bertanggungjawab, netral dan memiliki kompetensi sesuai dengan tugas/jabatan yang akan diduduki. dan menjamin transparasi serta mencegah terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan Pengadaan CPNS sebagaimana diatur dalam Perka BKN dimaksud khusunya untuk formasi umum meliputi :
1. Perencanaan dan persiapan penerimaan CPNS
2. Pelaksanaan pengadaan CPNS
3. Pengawasan dan pengendalian pengadaan CPNS
4. Evaluasi pengadaan CPNS
Tahapan-tahapan tersebut secara tegas diatur agar pelaksanaan pengadaan CPNS dapat terlaksana secara seragam di seluruh Pemerintah Pusat/daerah di Indonesia.
Upaya lain untuk memperoleh CPNS yang berkualitas, maka materi ujian yang diberikan kepada para pelamar meliputi Tes Kompetensi Dasar (TKD) dan Tes Kompetensi Bidang (TKB). Materi TKD terdiri dari Tes Pengetahuan Umum (TPU), Tes Bakat Skolastik (TBS) dan Tes Skala Kematangan (TSK). Tes Kompetensi Dasar dimaksudkan untuk menggali pengetahuan, ketrampilan dan sikap/perilaku peserta ujian yang meliputi wawasan nasional. Regional dan internasional maupun kemampuan verbal, kemampuan kuantitatif, kemampuan penalaran, kemampuan beradaptasi, pengendalian diri, semangat berprestasi, integritas dan inisiatif.
Disamping Tes Kompetensi Dasar, Instansi Pusat/Daerah dapat melakukan Tes Kompetensi Bidang (TKB) sesuai dengan formasi jabatan yang dibutuhkan olehn instansi masing-masing. Materi TKB dibuat oleh Tim pengadaan yang mengacu pada kisis-kisis yang ditetapkan oleh instansi pusat yang secara teknis membidanginya. TKB dimaksudkan untuk memngukur kemampuan dan atau ketrampilan peserta yang berkaitan dengan kompetensi jabatan atau pekerjaan yang dilamar.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dengan ditetapkan Peraturan Kepala BKN Nomor 30 Tahun 2007, maka pelaksanaan pengadaan CPNS dapat berjalan secara transparan dan obyektif, karena dalam peraturan tersebut sudah diatur secara detail mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh beberapa pihak yang mempunyai kepentingan tertentu. Namun demikian yang paling penting adalah adanya komitmen bersama dari semua pihak yang terkait untuk melaksanaan pengadaan CPNS formasi 2008 secara transparan untuk memperoleh CPNS yang berkualitas, Semoga !!
Penulis Drs. Haryomo Dwi Putranto
Sumber Buletin Kepegawaian Kanreg I BKN