Kamis, 23 April 2009

IDEALITA ATURAN DAN KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN

Dalam kebijakan di bidang kepegawaian, resistensi masyarakat terjadi ketika pemenerintah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor 32/A/2000 yang menyebutkan kenaikan tunjangan jabatan struktural mulai dari eselon I a dari Rp. 500.000,- menjadi Rp. 9.000.000,-, eselon I b dari Rp. 400.000,- menjadi Rp. 7.000.000, dan seterusnya. Aturan dan Kebijakan lain adalah ketika pada tahun 1994 pemerintah menerbitkan aturan tentang pangkat puncak Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SMA hanya sampai pada Penata Muda III/a. Kemudian pada tahun 2005 ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2005 yang dikuatkan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/M.PAN/I/2006 yang menyebutkan bahwa pegawai honorer yang dapat mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil dan mendapat prioritas adalah honorer yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Kebijakan atau peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tidak steril dari resistensi masyarakat. Ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 12 tahun 2008 tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, masyarakat melakukan resistensi dengan menggelar berbagai demonstrasi. Resistensi serupa terjadi ketika pemerintah menerbitkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas LPG, juga ketika pemerintah berencana mengganti Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, masyarakat pun melakukan penolakan dengan demonstrasi.
Dalam kebijakan di bidang kepegawaian, resistensi masyarakat terjadi ketika pemenerintah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor 32/A/2000 yang menyebutkan kenaikan tunjangan jabatan struktural mulai dari eselon I a dari Rp. 500.000,- menjadi Rp. 9.000.000,-, eselon I b dari Rp. 400.000,- menjadi Rp. 7.000.000, dan seterusnya. Aturan dan Kebijakan lain adalah ketika pada tahun 1994 pemerintah menerbitkan aturan tentang pangkat puncak Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SMA hanya sampai pada Penata Muda III/a. Kemudian pada tahun 2005 ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2005 yang dikuatkan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/M.PAN/I/2006 yang menyebutkan bahwa pegawai honorer yang dapat mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil dan mendapat prioritas adalah honorer yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Dari berbagai fenomena penolakan masyarakat terhadap aturan maupun kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang kepegawaian, permasalahan yang muncul adalah bagaimana sebenarnya aturan dan kebijakan yang baik, aturan dan kebijakan yang mampu merespons keinginan masyarakat.
Leopold Pospisil dalam bukunya yang berjudul Anthropological of Law, menyebutkan bahwa aturan atau kebijakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Authorian law dan Common Law. Authorian Law adalah hukum yang dibuat oleh penguasa. Hukum ini mempunyai sifat statis dan nilai keadilannya besifat subyektif, tergantung dari frame penguasa melihat. Sebaliknya Common law dalah hukum yang hidup dalam masyarakat. Secara empiris hukum ini dikenal dengan hukum adat. Hukum adat dibentuk berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai adil dan benar, baik dan buruk, adalah berdasarkan pada nilai-nilai individu anggota masyarakat yang terakumulasi dalam satu nilai masyarakat secara keseluruhan. Sehingga common law merupakan aturan yang bersifat dinamis dan mempunyai obyektifitas dalam melihat fenomena adil, benar, salah, baik, buruk, jahat dan lainnya. Menurut Pospisil, aturan hukum yang baik adalah aturan atau kebijakan yang berasal dari nilai-nilai yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat (common law) untuk seterusnya diberi bentuk atau payung hukum entah dalam bentuk undang undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden oleh penguasa (Authorian law).
Pendapat senada disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo (1994) yang menyatakan bahwa keberlakuan suatu aturan hukum atau kebijakan didasarkan pada tiga hal penting yaitu philosophisce geltung, jurisdische geltung dan sosiologische geltung. Philosophische geltung menyatakan bahwa aturan hukum akan berlaku apabila memenuhi syarat filosofis. Di negara kita dasar falsafah adalah Pancasila, sehingga semua produk hukum dan kebijakan harus didasarkan pada Pancasila. Jurisdische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan mempunyai kekuatan berlaku apabila memenuhi peryaratan yuridis yaitu dibuat oleh pejabat atau lembaga yang berwenang sesuai prosedur yang berlaku. Sosiologische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan mempunyai kekuatan berlaku apabila dapat diterima oleh masyarakat.
Dua pendapat ini setidaknya memberikan sedikit arahan bagaimana suatu aturan atau kebijakan yang baik itu dibuat. Dalam hal pembuatan aturan dan kebijakan di bidang kepegawaian dalam upaya meminimalisasi resistensi masyarakat perlu memperhatikan aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Pegawai Negeri Sipil. Ini artinya komunikasi pejabat yang berwenang dengan Pegawai Negeri Sipil harus intens dilakukan. Sehingga pembuatan aturan dan kebijakan tidak saja dari atas ke bawah (top down) tetapi juga dari bawah ke atas (bottom up).
Penulis : Bagus Sarnawa (Mahasiswa S3 Ilmu Hukum UGM Yogyakarta)
Sumber Buletin Kepegawaian Kanreg I BKN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar