Minggu, 08 Februari 2009

MASIH HARUSKAH PNS MEMILIH ?

Setiap kali mendekati masa Pemilu atau pemilihan Kepala Negara/ Daerah selalu saja terjadi upaya menarik PNS untuk ikut serta dalam upaya dukung mendukung suatu kontestan tertentu. Jumlah PNS yang cukup signifikan, apalagi kalau ditambah anggota keluarganya akan merupakan ladang subur untuk mendulang perolehan suara. Belum lagi kedudukan PNS yang dalam masyarakat sering dijadikan panutan, akan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam peningkatan perolehan suara.
Seperti halnya yang terjadi pada akhIr-akhir ini menjelang pelaksanaan pemilihan Gubernur di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh para pejabat politik untuk menyeret PNS dalam upaya mendukung salah satu pasangan calon. Apabila ada Bupati atau Walikota yang mendukung suatu pasangan Gubernur, sering terjadi ada upaya untuk membawa PNS yang berada di bawahnya untuk ikut mendukung pasangan calon yang didukungnya tersebut. Bagi PNS situasi seperti ini menjadi dilema yang sulit untuk dicarikan solusinya. Bagai makan buah simalakama. Mengikuti kemauan Pemimpinnya dimana juga berkedudukan sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang karena kedudukannya tersebut dapat menentukan nasib kariernya, berarti melanggar peraturan perundangan yang berlaku yang bisa mengakibatkan dijatuhi hukuman disiplin berat, tetapi kalau tidak mengikuti kemauan pemimpin juga dapat berakibat fatal, bisa saja dimutasi, atau bahkan posisinya digantikan oleh orang lain. Memang dalam kondisi seperti ini posisi PNS sangat lemah dan kurang memiliki daya/ kekuatan untuk menolak terhadap kemauan PPK nya. Sedangkan pada fihak lain sampai saat ini belum ada sanksi yang tegas terhadap PPK yang mempengaruhi bawahannya untuk mendukung salah satu pasangan calon dalam Pilkada. Akibatnya seruan, himbauan yang disampaikan oleh berbagai fihak agar PPK tidak melibatkan PNS dalam lingkungannya untuk mendukung salah satu pasangan calon hanya dianggap sebagai angina lalu saja dan tidak pernah mendapat perhatian yang serius. Di sinilah letak supremasi seorang Bupati/ Walikota dan Gubernur terhadap PNS dalam lingkungannya. Karena kedudukannya sebagai Pejabat yang berwenang dan pejabat Pembina kepegawaian dalam lingkunganya, seolah-olah dapat dengan seenaknya memperlakukan PNS yang menjadi bawahannya.
Sudah sepatutnya kita berpikir kembali mengenai netralitas PNS. Apabila Pemerintah dan masyarakat berkeinginan PNS untuk netral dan tidak memihak maka PNS harus dipisahkan dari wilayah dan pengaruh politik. Meskipun selama ini sudah ada larangan bagi PNS untuk menjadi anggota atau pun pengurus partai politik (PP 37/2004) serta larangan menjadi Tim Sukses atau pendukung salah satu pasangan calon Kepala Negara/ Daerah (Surat Edaran MENPAN No. 8A/2005), tetapi upaya menggiring PNS dalam politik atau pengaruh politik dalam birokrasi PNS hanpir tidak ada hentinya. Untuk itu perlu diupayakan alternatif lain agar PNS dan birokrasi PNS benar-benar terbebas dari pengruh politik. Apakah dengan cara membebaskan PNS untuk tidak memilih dalam Pemilu/ Pilkada atau segera merealisasikan amanat Undang-undang dimana mengalihkan kedudukan Kepala Daerah bukan lagi sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Dengan tidak ikutnya PNS dalam Pemilu/ Pilkada berarti ia tidak memiliki hak suara. Dengan tidak dimilikinya hak suara bagi PNS maka PNS tidak akan dibawa untuk mendukung salah satu kekuatan politik. Selain itu dengan tidak dimilikinya hak suara tidak menyebabkan seorang PNS mendekati salah satu kekautan politik atau calon kepala daerah untuk mendukung demi tawaran suatu saat akan diangkat dalam suatu jabatan di birokrasi apabila calon yang didukungnya menang.
Hal lain yang sangat perlu juga untuk diatur dan dilaksanakan adalah adanya sanksi yang dijatuhkan kepada Kepala Daerah yang terbukti melibatkan PNS dalam lingkungannya untuk mendukung salah satu kekuatan politik atau pasangan calon dalam pilkada. Serta memperbaiki mekanisme pengangkatan seorang PNS dalam suatu jabatan, dimana mekanisme tersebut mampu menghindarkan kesewenangan seorang PPK dalam menentukan calon pejabat serta sanksi yang dijatuhkan apabila PPK tidak mentaatinya.
Namun demikian, apa yang disampaikan tersebut dapat terealisasi jika ada kemauan dari berbagai fihak, termasuk dari kalangan politisi sendiri. Hal ini mengingat bahwa kebijakan yang ada sekarang ini tidak lepas dari masalah yang bermuatan politik dan ditentukan oleh mekanisme politik Untuk itu perlu komitmen bersama dari seluruh rakyat Indonesia untuk merealisasikan hal yang terbaik bagi negara. Semoga...
Sumber : Buletin Kepegawaian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar